DI BALIK KETEGARAN
Cahaya fajar di langit sebelah timur menandakan bahwa
matahari akan menampakkan sinarnya. Semilir angin berhembus menghasilkan
gemerisik suara dedaunan. Suara ayam berkokok membangunkan orang-orang dari
tidurnya. Salah satunya yaitu Anisa Humaira, seorang gadis yatim yang
berkehidupan sederhana. Ya, Anisa adalah anak yatim. Ayahnya telah meninggal
dunia satu setengah tahun yang lalu. Dan sekarang Anisa hanya tinggal bersama
ibunya.
“Nisa, bangun sayang.” Ucap Fatma-ibunya sembari mengelus
pipi Anisa.
“Huaam, sudah pagi ya bu?” Tanya Anisa sambil menguap.
“Iya sayang, ya sudah sekarang kamu bangun, kita sholat
subuh berjamaah setelah itu kamu persiapan berangkat sekolah ya. Ibu sudah
siapkan sarapan seadanya dan pakaian sekolah kamu.” Perintah Fatma dengan
lembut.
“Iya bu.” Jawab Nisa.
Ya seperti itulah, setiap pagi Anisa selalu dibangunkan oleh
ibunya dan segala kebutuhan sekolahnya pun sudah disiapkan oleh ibunya yang
sangat menyayanginya. Walaupun Anisa berasal dari keluarga yang sangat
sederhana, tetapi orangtua Anisa adalah orang yang paham tentang agama. Jadi,
sejak kecil Anisa sudah dikenalkan dengan agama oleh orangtuanya. Anisa selalu
diajarkan untuk shalat tepat waktu, mengaji dan lain-lain. Sekarang Anisa pun
sudah menghafal Al-Qur’an beberapa juz karena sebelum ayahnya meninggal dunia,
ayahnya selalu berpesan supaya Anisa menjadi anak yang shaliha dan bisa menjadi
seorang penghafal Al-qur’an.
Seperti biasa, Anisa sangat bersemangat untuk bersekolah
karena ia ingin menjadi orang sukses agar bisa merubah kehidupannya menjadi
lebih layak dan supaya ia bisa membahagiakan ibunya, satu satunya harta yang ia
punya. Anisa pergi ke sekolah menggunakan angkutan umum.
Sesampainya di sekolah, ia langsung berlari pergi menuju
kelasnya. Anisa menduduki bangku SMA tepatnya di kelas 11. Anisa adalah anak
yang rajin dan pintar maka dari itu ia masuk di kelas favorit dan biasa
mendapat juara kelas.
Saat jam istirahat, tiba-tiba teman sekelas Anisa yang
bernama Fely, Dian, dan Hana datang.
“Guys … Lihat tuh ada anak kampung. Pakaiannya dekil banget
udah kayak lap kotor hahaha.” Ucap Fely kepada dua sahabatnya, Dian dan Hana.
“Ya iya lah pakaiannya dekil gitu, dia kan anak yatim dan
ibunya aja cuma pemulung. Mana bisa ibunya beli pakaian baru, hidupnya aja
pas-pasan, hahaha.” ucap Hana.
“Duh kasian bener hidupnya, ups” imbuh Dian lalu mereka
tertawa senang.
“Cukup! Kalian boleh menghinaku, silahkan hina aku sepuas
kalian. Tapi aku pesan jangan menghina dengan membawa nama kedua orangtuaku
terutama ibuku!” ucap Anisa tegas dengan mata yang berkaca-kaca dan berlalu
pergi meninggalkan Fely dan gengnya.
Fely dan gengnya adalah ujian bagi Anisa. Bully-an, hinaan,
cacian adalah santapan sehari-harinya di sekolah. Tentu Anisa sakit hati, apa
lagi jika hinaan itu membawa nama Ibunya. Namun, pada kenyataannya Ia tak bisa
selalu melawan dan hanya mampu bersabar.
Anisa paling tidak suka jika ada hinaan yang membawa nama
Ibunya. Karena menurutnya, Ibunya adalah seorang yang begitu luar biasa. Ibunya
adalah seorang yang baik, sabar, penyayang, pekerja keras, tak kenal lelah.
Buktinya, Anisa merasa bahwa ibunya selalu mencukupi semua kebutuhan hidupnya.
Anisa tidak merasa dirinya kekurangan.
Ketika Anisa sedang bersama Ibunya di rumah, dirinya
menceritakan semua hal yang terjadi saat di sekolah tadi kepada ibunya.
“Ibu … ” jelas Anisa panjang lebar.
“Astaghfirullah, yang sabar ya sayang. Maafkan ibu jika kamu
selalu dihina karena ibu hanya seorang pemulung yang belum bisa membahagiakan
kamu, maafkan Ibu yang belum bisa menjadikan keadaan hidupmu layak. Sehingga
saat ini keadaan hidup kamu jadi terbatas.” Ucap Fatma sembari meneteskan air
mata.
“Tidak bu, jangan bilang seperti itu. Maafkan Anisa sehingga
membuat ibu sedih karena curhatan Anisa. Apapun pekerjaan ibu selagi itu halal,
Anisa sangat bangga sama ibu. Anisa sama sekali tidak merasa kekurangan. Justru
Anisa sangat bersyukur memiliki Ibu, wanita hebat di dunia.” Ucap Anisa sambil
menghapus air mata ibunya.
“Dengar ya sayang, jika ada yang menghina kamu lebih baik
kamu diam saja, doakan orang yang menghina kamu. Saat kita sabar atas
penghinaan dan kata-kata manusia, saat itulah Allah akan berikan kemuliaan
kepada kita.” Ucap Fatma lembut.
“Maa syaa Allah iya bu, Anisa akan mendoakannya saja semoga
Allah beri dia hidayah aamiin.” tutur Anisa.
“Ya sudah tidur yuk, sudah malam.” ajak Fatma.
“Iya bu, Anisa juga sudah ngantuk. Huaam.” jawab Anisa
sambil menguap.
Ya memang jika sedang ada masalah, merasa sakit hati,
gundah, lelah melanda, Anisa selalu bercerita kepada Ibunya. Menceritakan
segala hal yang terjadi, serta nasehat nasehat dari Ibu adalah alasan di balik
ketegaran.
Waktu terus berlalu. Malam telah berganti pagi, dinginnya
udara malam telah terkikis halus oleh hangatnya mentari pagi. Kian membangunkan
semangat dari keterpurukan, memberikan harapan untuk tetap hidup di hari ini.
Seperti hari-hari biasa, Anisa berangkat sekolah menggunakan
angkutan umum. Anisa sangat berharap semoga hari ini adalah hari yang indah,
tidak ada lagi hinaan dan cacian yang ia dapatkan lagi.
Ketika Anisa sedang membaca buku di perpustakaan, Anisa
mendengar suara seseorang sedang menangis. Lantas ia berkeliling perpustakaan
untuk memastikan siapa yang menangis, ternyata Fely yang sedang menangis. Tak
mengerti apa alasannya, Anisa langsung menghampirinya.
“Fely, kenapa kamu menangis di sini?” tanya Anisa.
“Aku benar-benar sedang kehilangan, kemarin sore Ayahku
kecelakaan dan meninggal dunia hiks… Dan Andra yang selama ini aku cintai
ternyata dia punya kekasih lain hiks… Kenapa Allah mengambil Ayah dan
memisahkan aku dengan Andra? Allah tidak sayang sama aku Anisa!” ucapnya dengan
menangis tersendu-sendu.
“Astaghfirullah nggak seperti itu Fely. Justru Allah sayang
sama kamu makanya Allah memisahkan kamu dengan Andra. Allah ingin menjauhkan
kamu dari perbuatan dosa berpacaran. Allah ingin kamu bertaubat kembali
kepada-Nya, Allah merindukanmu Fely. Kamu harus peka itu. Percayalah, sejauh apapun
dua orang berpisah, jika mereka berjodoh pasti Allah akan pertemukan kembali.
Dan untuk Ayahmu yang telah meninggal dunia, memang kematian tidak ada yang
tau, itu sudah menjadi skenario Allah. Dan aku ikut berbela sungkawa atas
meninggalnya ayahmu. Aku tau kamu sangat kehilangan karena aku pun sudah
merasakannya. Sekarang kamu harus bertaubat dan mendoakan ayahmu supaya nanti
kamu bisa bersama-sama lagi dengan ayah dan keluargamu di Syurga.” jelas Anisa
sambil menenangkan Fely.
“Kamu benar Anisa. Aku sangat menyesal, aku selalu
mengabaikan Allah, tidak mematuhi perintah-Nya dan aku selalu mementingkan
kepentingan dunia. Aku ingin berubah, aku ingin hijrah menjadi sepertimu
Anisa.” ucap Fely seketika membuat Anisa terkejut.
“Alhamdulillah aku senang sekali akhirnya kamu mau hijrah.
Ini adalah Hidayah dari Allah. InsyaaAllah Allah akan mengampunimu jika niat
kamu berhijrah karena dan untuk Allah.” ucap Anisa tersenyum.
“Terima kasih Anisa kamu sudah menasehatiku. Maafkan aku yang
selalu menghinamu dan orangtuamu terutama ibumu. Aku mohon, maafkan perbuatanku
Anisa hiks…” ucap Fely sesenggukan.
“Iya sudah tidak apa-apa Fely. Sebelum kamu minta maaf, aku
sudah memaafkanmu.” Balas Anisa tersenyum.
“Terima kasih Anisa.” ucap Fely dan langsung memeluk Anisa.
Jam sekolah sudah selesai. Kini Anisa sedang dalam
perjalanan pulang. Anisa sangat bersyukur akhirnya doanya pun dikabulkan oleh
Allah, mulai saat ini tidak ada lagi hinaan untuk dirinya dan Ibunya.
Sesampainya di rumah, Anisa melihat Ibunya sedang
membereskan barang-barang hasil memulung. Lalu ia mengucap salam dan mencium
punggung tangan ibunya. Ia meminta Ibunya untuk berhenti membereskan
barang-barang karena Anisa kasihan melihat ibunya nampak sangat lelah. Dia
meminta ibunya untuk duduk santai karena Anisa akan bercerita semua hal yang
terjadi kepada ibunya.
“Ibu, Anisa sangat bersyukur sekali hari ini karena Fely
sudah meminta maaf kepada Anisa, dia menyesal dan dia mau hijrah bu. Terima
kasih ibu atas semua nasehat dan pesan yang selalu ibu berikan kepada Anisa
yang menjadikan alasan dibalik ketegaran sehingga Anisa menjadi seorang yang
sabar atas ujian dari Allah.” ucap Anisa.
“Alhamdulillah, ibu ikut senang mendengarnya sayang. Yang
terpenting kamu harus selalu percaya sama skenario Allah bahwa apapun yang
Allah beri kepada kita itulah yang terbaik.” Jelas ibu tersenyum.
“Iya bu, dan Anisa mau bilang terima kasih banyak karena ibu
selalu ada untuk Anisa dan selalu mendengarkan cerita Anisa. Terima kasih ibu
selalu sabar, bekerja keras, banting tulang demi Anisa. Terima kasih sudah
melahirkan Anisa, menyayangi, merawat Anisa sampai saat ini. Anisa bangga bisa
memiliki Ibu sepertimu, yang selalu bisa melakukan apapun walau sebenarnya Ibu
sudah lelah ingin istirahat tetapi Ibu tetap melakukan semua pekerjaan sendiri.
Maafkan Anisa yang selalu merepotkan Ibu, jarang membantu Ibu, dan belum bisa
membahagiakan Ibu.” Ucap Anisa lalu mencium tangan ibunya dan memeluk ibunya
bersamaan dengan air mata yang turun.
Hari semakin berlalu, matahari mulai tenggelam di ufuk
barat. Burung-burung terbang untuk kembali ke rumahnya. Semburat warna merah
keemasan dilangit nampak sempurna dimata orang yang memandangnya dan menjadi
saksi atas cerita hari ini.
Sumber : http://cerpenmu.com/cerpen-islami-religi/di-balik-ketegaran.html
Di Tulis : Rizal